Review Buku: Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1344 H/1926 M
- account_circle Evant Andi
- calendar_month Sab, 9 Sep 2023
- visibility 33
- comment 2 komentar

Dokumen Pribadi
Buku mungil yang diterbitkan oleh LTN NU ini bercerita secara lugas tentang bagaimana proses lahirnya Nahdlatul Ulama. Mulai sejak pra-kondisi lahirnya NU (1914); tonggak sejarah lahirnya NU (1926); hingga pasca lahirnya NU (1945).
Sesuai yang tersemat di awal judul, ‘ikhtisar’ yang dimaksud di sini terinspirasi dari kitab-kitab mainstream yang kita kenal di pesantren, seperti Mukhtashar Jiddan ‘ala matni al-Jurumiyah. Ikhtisar atau mukhtasar tersebut memiliki makna ringkasan, penyederhanaan, atau inti sari. Sehingga baik dari bentuk, ukuran, dan isi yang terkandung di dalam buku ini sangatlah ringkas. Meski begitu, data, informasi, kata, kalimat, dan logika yang dituliskan sangat dipikirkan dengan matang.
Di awal cerita, kita akan dikenalkan sosok santri muda asal Tambak Beras Jombang yang baru boyong dari Mekkah (1914) bernama Wahab Hasbullah. Sepulangnya dari Makkah dan menetap di Surabaya, Wahab Hasbullah merasakan perlunya melakukan pergerakan dengan mendidik para kader (baca; santri) dalam bentuk taswirul afkar, sebuah pertukaran gagasan. Ide tersebut yang kemudian mengkristal menjadi semacam kursus perdebatan bagi anak-anak muda.
Selain itu Wahab muda bersama Mas Mansur juga membentuk Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air). Sebuah organisasi yang memiliki asas dan tujuan memperluas dan memperdalam mutu madrasah yang ada, di samping membuka kursus kepemudaan, organisasi, dakwah dan perjuangan.
Makna penting dari dirintisnya Nahdlatul Wathan bukan hanya mendidik calon-calon kiyai dan mendirikan sekolah-sekolah, tetapi apa yang terkandung dalam namanya itu sendiri sudah memberi arti yang sangat mendalam “kebangkitan bangsa”. Sungguh pergerakan yang sangat luar biasa jika dikaitkan dengan dunia pesantren yang akrab dengan tradisi kitab kuning dan arab gundul.
Di sisi lain, semakin tersingkirnya perekonomian lokal oleh penetrasi Belanda dan China, M. Hasyim Asy’ari, Wahab Hasbullah dan pedagang-pedagang kecil di tiga Kota (Surabaya, Jombang, dan Kediri), mendirikan Nahdlatut Tujjar sebagai gerakan ekonomi mandiri. Nama usaha ini dikenal Syirkah al-Inan.
Pondasi tersebut memberi arti bahwa sejak awal para pendiri NU yang sangat legendaris, telah memberikan semangat bahwa dialektika sosial perlu diserap dari segala penjuru. Selain itu perlunya orang-orang pesantren bukan hanya menjadi santri, melainkan ikut berpartisipasi dalam kebangunan bangsa.
Diceritakan pula, Surabaya menjadi tempat yang dinamis, bukan hanya bagi kalangan pedagang, tetapi kaum pergerakan (1920-an). Lebih dari itu, menjadi tempat perdebatan dan pertikaian antara mereka yang terpengaruh ide-ide salafiyah radikal yang diperkenalkan Wahabi yang menyebut dirinya sebagai kaum muda, pembaharu serta menginginkan kembali ke Al-Quran dan Hadits.
Prototype Wahabi tulen mulai bermetamorfosis menjadi Sumatra Thalib. Ada juga yang menjadi nasionalis, komunis dan lain-lain. Situasi berbeda di kerajaan, mereka memberantas praktik-praktik yang dianggap bid’ah dan membunuh kurang dari setengah juta umat Islam yang tidak tunduk.
Atas dasar inilah, KH. A. Wahab Hasbullah mengadakan pertemuan-pertemuan dengan kalangan pesantren dan berujung berdirinya Komite Hijaz dalam sebuah rapat 31 Januari 1926/16 Rajab 1344 sekaligus membentuk organisasi NU yang disahkan oleh GR Erdbrink atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda serta AD/ART diakui sebagai perkumpulan Nahdlatul Oelama (NO).
Buku ini juga menggambarkan AD/ART perkumpulan NU di era pertama yang terdiri dari 13 Pasal dan struktur kepengurusan PBNU. Bahkan, penulis menegaskan banyak kiai-kiai pendahulu yang tidak tercatat dalam struktur kepengurusan, khususnya kyai di Jawa Timur yang terlibat mendirikan NU dan ikut serta mempersiapkan Komite Hijaz, seperti KH Noer Hasan, KH Faqih Maskumambang Gresik, KH Muhammad Hasan Genggong, KHR Syamsul Arifin, KHR As’ad Syamsul Arifin, KH Maksum Ahmad dan kiai lainnya.
Dipaparkan pula, Kongres ke-1 sampai ke-15 (1926-1940) yang pada awalnya dihelat setahun sekali tersebut, berada di masa jajahan VOC. Kongres diadakan di berbagai daerah untuk menghimpun para ulama dan dukungan umat Islam untuk bergabung ke dalam NU. Cabang pertama didirikan di luar Jawa adalah di Kalimantan, kemudian 6 cabang di Jawa Barat; 21 di Jawa Tengah; 18 di Jawa Timur.
Buku yang diterbitkan di awal abad ke-2 NU ini menggambarkan pada hari Jumat Legi 17 Agustus 1945, proklamasi dibacakan Bung Karno atas nama rakyat Indonesia. Dua tokoh penting yang mewakili NU sejak dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah Kiai Wahid Hasyim dan KH Masjkur. Ditetapkannya Bung Karno sebagai Presiden, Kiai Wahid Hasyim terpilih dalam kabinet menteri negara.
Identitas Buku:
Judul: Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1344 H/1926 M
Penulis: Nur Khalik Ridwan, Ali Usman
Penerbit: Lembaga Ta’lif wan-Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LTN PBNU)
Tahun Terbit: Cetakan I, Maret 2023
Tebal Buku: 197 halaman
Peresensi: Firdausi, Ketua LTNNU Sumenep